PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI
Penyelenggaraan makanan berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi
penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial dan penyelenggaraan
makanan bersifat nonkomersial. Penyelenggaraan makanan institusi dapat
diartikan sebagai penyelenggaraan makanan yang bersifat nonkomersial yang
dilakukan di berbagai institusi, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh
badan swasta, atau yayasan sosial. Tujuan umum dari penyelenggaraan
makanan adalah untuk mengatur situasi dimana calon konsumen terbujuk untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat gizi di dalam kuantitas yang
memuaskan (Moehyi 1992; Eckstein 1983).
Aspek penyelenggaraan makanan meliputi beberapa hal, diantaranya
adalah perencanaan menu; pemesanan dan pembelian bahan makanan;
penerimaan dan penyimpanan bahan makanan; pengolahan bahan makanan;
pemorsian dan penyajian makanan; pendistribusian makanan (Aritonang 2012).
Perencanaan Menu
Perencanaan menu merupakan salah satu dari hal terpenting dari
penyelenggaraan makanan. Menu adalah daftar rinci makanan yang mungkin
dipesan atau disajikan. Menu yang seimbang adalah menu yang menyajikan
susunan makanan yang di dalamnya terdapat zat-zat gizi yang diperlukan tubuh,
yaitu hidrat arang (zat tepung), protein, lemak, vitamin dan mineral (Eckstein 1983; Palacio & Theis 2009; Saleh 1990).
Kata menu berarti ’hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara
makan, baik makan siang maupun makan malam’. Dalam penyelenggaraan
makanan institusi, menu dapat disusun untuk jangka waktu yang cukup lama,
misalnya untuk tujuh atau sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut
menu induk (master menu). Menu induk digunakan sebagai patokan dalam
penyelenggaraan makanan. Terdapat enam tipe menu, diantaranya selective
menu, semi selective menu, nonselective menu, static menu, single-use menu,
dan cycle menu (Palacio & Theis 2009; Moehji 1992).
Palacio dan Theis (2009), supaya perencanaan menu berjalan dengan baik
maka ada faktor-faktor yang harus dilihat dan dipahami terlebih dahulu, diantaranya: sosial budaya, angka kecukupan gizi, kebiasaan makan, dan data
demografi seperti umur, jenis kelamin, etnis, dan tingkat pendidikan.
Penyusunan menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa
boga harus memperhatikan faktor berikut ini (Moehji 1992) :
- Kebutuhan gizi penerima makanan
- Kebiasaan makan penerima
- Masakan harus bervariasi
- Biaya yang tersedia
- Iklim dan musim
- Peralatan untuk mengolah makanan
- Ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi
Langkah-langkah dalam perencanaan menu seimbang antara lain
(Nasoetion & Riyadi 1995) :
- Menentukan kecukupan zat gizi
- Menentukan hidangan yang merupakan terjemahan dari kecukupan zat gizi.
Dalam menentukan hidangan, perlu memperhatikan variasi dan kombinasi
rasa, rupa, warna, bentuk, dan kesukaan
- Penentuan pemilihan bahan makanan secara jenis dan jumlahnya
berdasarkan hidangan yang akan disajikan
- Pengolahan bahan makanan yang meliputi persiapan, pemasakan, dan
penyajian makanan
Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan
Pemesanan bahan makanan perlu dilakukan sebelum membeli bahan
makanan. Pemesanan adalah kegiatan menyusun permintaan bahan makanan
berdasarkan menu dan rata-rata jumlah konsumen. Kegiatan ini bertujuan agar
tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang
ditetapkan (Aritonang 2012).
Pembelian bahan makanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara membeli
sendiri dan melalui pemasok bahan makanan. Pembelian bahan makanan
dibedakan menjadi dua, yaitu Centralized Purchasing dan Group and
Cooperative Purchasing.
Centralized Purchasing (Pembelanjaan Terpusat),
dilakukan oleh departemen pengadaan bahan makanan yang bertanggung jawab
atas persediaan bahan makanan dan peralatan untuk semua unit institusi. Group
and Cooperative Purchasing (Pembelanjaan Kelompok) memberikan manfaat untuk mengurangi harga dengan meningkatkan jumlah pembelian (Moehji 1992;
Palacio & Theis 2009).
Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan
Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan,
pencatatan, dan pelaporan tentang macam, kualitas, dan kuantitas bahan
makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah
ditetapkan. Tujuan dari penerimaan bahan makanan adalah agar tersedianya
bahan makanan yang akan diolah pada tahap selanjutnya (Aritonang 2012).
Penyimpanan bahan makanan adalah kegiatan tata cara menata,
menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah, baik
kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta
pencatatan dan pelaporannya.
Prasyarat dari penyimpanan bahan makanan,
yaitu:
- adanya sistem penyimpanan barang,
- tersedianya fasilitas ruang
penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan,
- tersedianya kartu stok atau
buku catatan keluar masuknya bahan makanan.
Penyimpanan bahan makanan
ini bertujuan agar tersedianya bahan makanan yang siap untuk diolah sesuai
dengan perencanaan. Setelah melalui tahap penerimaan dan penyimpanan,
tahap selanjutnya adalah penyaluran. Penyaluran bahan makanan merupakan
kegiatan mendistribusikan bahan makanan sesuai dengan permintaan harian
(Aritonang 2012).
Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan merupakan kegiatan mengubah bahan
mentah menjadi bahan yang siap untuk dimakan. Persiapan meliputi pengerjaan
bahan makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak yang meliputi
membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, merendam, dan sebagainya.
Pemasakan bahan makanan merupakan salah satu kegiatan untuk mengubah
bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap untuk dimakan (Aritonang
(2012).
Pemasakan bahan makanan terdiri dari berbagai proses (Aritonang (2012):
- Pemasakan dengan medium udara. Contohnya: membakar dan memanggang
- Pemasakan dengan medium air. Contohnya: merebus dan menyetup
- Pemasakan dengan menggunakan lemak. Contohnya: menggoreng
- Pemasakan langsung melalui dinding panci
- Pemasakan kombinasi. Contohnya: menumis
- Pemasakan dengan elektromagnetik. Contohnya: memanggang dengan
menggunakan microwave
Pemorsian dan Penyajian Makanan
Setelah bahan makanan mengalami proses pemasakan maka makanan
yang sudah diolah tersebut siap untuk dilakukan pemorsian. Porsi makanan yang
akan disajikan ini disesuaikan dengan porsi standar yang telah ditentukan oleh
institusi. Standar porsi disesuaikan dengan tujuan institusi. Kemudian, setelah
pemorsian dilakukan maka tahap berikutnya adalah menyajikan makanan.
Konsumen memiliki harapan tinggi untuk perlakuan personal dan cara bijak
manajer makanan adalah dengan mengembangkan dan mengaplikasikan
dengan baik dan hati-hati pada tahap penyajian makanan (Yuliati & Santoso
1995; Palacio & Theis 2009).
Ada beberapa cara dalam menyajikan makanan, yaitu sebagai berikut
(Moehji 1992) :
- Penyajian makanan di atas meja makan
- Penyajian makanan dengan cara prasmanan
- Penyajian makanan dengan cara kafetaria
- Penyajian makanan melalui kemasan
Pendistibusian Makanan
Pendistribusian makanan adalah kegiatan menyalurkan makanan sesuai
dengan jumlah porsi dan jenis makanan untuk konsumen. Kegiatan distribusi ini
bertujuan agar konsumen mendapatkan makanan yang sesuai dengan
perencanaan yang berlaku.
Ada tiga jenis penyaluran makanan, yaitu :
- penyaluran terpusat,
- penyaluran tidak terpusat, dan
- penyaluran kombinasi
(Aritonang 2012).
Peralatan Dapur
Peralatan dapur sangat penting di dalam proses produksi makanan. Oleh
karena itu, suatu dapur perlu memiliki peralatan yang lengkap, bermutu, dan
jumlah yang memadai. Peralatan dapur berdasarkan fungsinya dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu alat persiapan dan alat pengolahan. Sedangkan berdasarkan
pada ukuran dan pengoperasiannya, peralatan dapur dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu peralatan dapur besar, peralatan dapur kecil, dan peralatan dapur
bermesin (Widyati 2001).
Higiene dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan
Peraturan Menkes No 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang higiene dan
sanitasi bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 715/Menkes/SKN/2003
tanggal 23 Mei 2003 sudah tidak sesuai dengan peraturan penerapan higiene
dan sanitasi terkini. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor
risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik berasal dari bahan
makanan, orang, tempat, dan peralatan agar aman dikonsumsi (Kemenkes
2011).
Persyaratan Umum
Lokasi tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat
sampah umum, WC umum, pabrik cat, dan sumber pencemaran lainnya.
Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat
sampah yang bersih dan tertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang
dapat menjadi sarang tikus. Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar
mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara
kebersihannya. Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air.
Konstruksi kokoh dan aman, juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik
dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.
Lantai kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/ kelandaian cukup dan
mudah dibersihkan.
Dinding permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah
dibersihkan, dan berwarna terang.
Permukaan dinding yang selalu kena percikan
air, dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai dengan permukaan
halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. Sudut dinding dengan lantai
berbentuk lengkung (conus) agar mudah dibersihkan dan tidak menyimpan
debu/kotoran. Tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat
sampah umum, WC umum, pabrik cat, dan sumber pencemaran lainnya.
Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap bangunan, terbuat dari
bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan
berwarna terang. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai.
Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar
dan dapat menutup sendiri (self-closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat
seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai,
pintu rangkap dan lain-lain yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi
dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara. Luas ventilasi 20%
dari luas lantai.
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan
dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif. Setiap ruang tempat
pengolahan makanan dan tempat cuci tangan memiliki intensitas cahaya minimal
200 foot candle pada titik 90 cm dari lantai. Semua pencahayaan tidak boleh
menimbulkan silau.
Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan
yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan. Luas lantai dapur
yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m2
) untuk setiap orang
pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan
toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi. Peralatan di ruang pengolahan
makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan
makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan
maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat pengering. Tempat cuci
tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat
bekerja. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan
dengan perbandingan jumlah karyawan satu sampai sepuluh orang adalah satu
buah tempat cuci tangan.
Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan
jasaboga.
Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan
yang memenuhi syarat higiene sanitasi. Jumlah jamban harus cukup, setiap ada
penambahan karyawan sampai dengan sepuluh orang, ada penambahan 1
(satu) buah jamban.
Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan
air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, setiap ada
penambahan karyawan sampai dengan dua puluh orang, ada penambahan 1
(satu) buah kamar mandi. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan
sampah kering (an organik). Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam
jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi
sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh
sampah.
Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari
tempat pencucian bahan pangan. Pencucian peralatan harus menggunakan
bahan pembersih/deterjen.
Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau
dimakan mentah harus dicuci dengan menggunakan larutan Kalium
Permanganat (KMnO4) dengan konsentrasi 0.02% selama 2 menit atau larutan
kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air
mendidih (suhu 80°C—100°C) selama 1—5 detik. Peralatan dan bahan makanan
yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran
serangga, tikus dan hewan lainnya.
Persyaratan Khusus Tenaga Penjamah Makanan
Tenaga penjamah makanan juga memiliki persyaratan terkait higiene dan
sanitasi personal, yaitu sebagai berikut:
- Memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan
- Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
- Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis dan
lain-lain atau pembawa kuman (carrier)
- Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku
- Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
- Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan
menggunakan alat : Sarung tangan plastik sekali pakai, Penjepit makanan, Sendok garpu
- Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan menggunakan : Celemek, Tutup rambut, Sepatu kedap air
- Perilaku selama bekerja/mengelola makanan : Tidak merokok , Tidak makan atau mengunyah, Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos) , Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk
keperluannya, Selalu mencuci tangan sebelum bekerja, setelah bekerja dan setelah
keluar dari toilet/jamban, Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar, Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar
tempat Jasaboga, Tidak banyak berbicara dan selalu menutup mulut pada saat batuk atau
bersin dengan menjauhi makanan atau keluar dari ruangan, Tidak menyisir rambut di dekat makanan yang akan dan telah diolah
Ketersediaan Energi dan Gizi
Ketersediaan pangan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia
untuk dikonsumsi setiap penduduk suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Terdapat dua pengertian tentang penilaian konsumsi pangan. Pertama, penilaian
terhadap kandungan energi dan zat gizi dalam makanan (ketersediaan), dan
kedua membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Hardinsyah &
Briawan 1994; Amal 2003).
Penilaian terhadap kandungan zat gizi dari beragam pangan merupakan
penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Penilaian
ketersediaan energi dan zat gizi akan mempengaruhi penilaian tingkat
ketersediaan energi dan zat gizi.
Daya Terima
Daya terima adalah kemampuan untuk menerima makanan yang
ditentukan oleh indera penglihatan, indera penciuman, dan indera pengecap.
Ada dua faktor yang mempengaruhi daya terima makanan, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi di dalam diri seseorang yang
dapat mempengaruhi konsumsi makanannya, seperti nafsu makan yang
dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis seseorang misalnya sedih dan lelah,
kebiasaan makan dan kebosanan yang muncul karena konsumsi makanan yang kurang bervariasi. Kebosanan juga dapat disebabkan oleh tambahan makanan
dari luar yang dikonsumsi dalam jumlah banyak dan dekat dengan waktu makan
utama (Moehyi 1992; Andrini 2012).
Faktor eksternal adalah faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi
konsumsi makanannya, terkait dengan penampilan makanan. Faktor-faktor
tersebut antara lain cita rasa makanan, penampilan makanan, variasi menu, cara
penyajian, kebersihan makanan dan alat makan serta pengaturan waktu makan
(Andrini 2012).
Penyajian menu harus memperhatikan penampilan makanan tersebut di
atas peralatan makan. Hal ini dikarenakan penampilan makanan ketika disajikan
dapat mempengaruhi selera makan. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi penampilan makanan antara lain, warna, tekstur, konsistensi,
bentuk, dan citarasa makanan. Selain itu, variasi cara pengolahan juga turut
mempengaruhi penampilan makanan (Palacio & Theis 2009).
Modifikasi resep merupakan salah satu cara untuk meningkatkan citarasa
makanan. Menu yang telah dimodifikasi bisa mengurangi tingkat kebosanan
terhadap makanan yang sering disajikan. Selain itu, modifikasi resep dapat
meningkatkan nilai gizi makanan dan meningkatkan daya terima. Modifikasi
resep dapat berupa modifikasi bahan pendukung, modifikasi bentuk, dan
modifikasi cara pengolahannya (Aritonang 2012).
Comments
Post a Comment