Kebiasaan makan Di Indonesia
Menurut Suhardjo
dkk (2006.13) yang dalam bukunya berjudul Pangan, Gizi dan Pertanian
mengemukakan bahwa kebiasaan makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang
memilih pangan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh
fisiologik, psikologi, budaya dan sosial. Kebiasaan makan juga merupakan pola
pangan. Para ahli
antropologi, memandang kebiasaan makan merupakan kompleks keseluruhan dari
aktifitas yang berhubungan dengan dapur, kegemaran, atau ketidaksukaan terhadap
suatu jenis makanan, pepatah-pepatah rakyat, kepercayaan, larangan-larangan dan
takhayul yang berbuhungan dengan produksi, persiapan pengolahan makanan dan
konsumsi makan sebagai kategori pokok dari kebudayaan (Anderson, 1978). Foster (1986 : 313) mengemukakan para ahli
antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan
masak-memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan lokal, kepercayaan-kepercayaan,
pantangan-pantangan, dan tahayul-tahayul yang berkaitan dengan produksi,
persiapan dan konsumsi makanan, dengan kata lain pangan memiliki kategori
budaya yang penting. Dan sebagai kategori budaya yang penting, pangan berkaitan
dengan banyak kategori budaya lainnya.
Faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan
Menurut Khumaidi ( 2004) Faktor-faktor yang bepengaruh pada
kebiasaan makan masyarakat pada dasarnya dapat digolongkan dua faktor utama,
yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsic.
Faktor Ekstrinsik terdiri dari :
Pola
makan masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh
jenis-jenis bahan makanan yang umum dapat diperoleh di tempat. Di daerah dengan
pola panganm pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan belum makan
apabila be,um makan nasi, meskipun perut sudah kenyang oleh makanan lain (non
beras). Sebaliknya daerah yang berpola pangan pokok jagung atau ubi kayu akan
mengeluh kurang tenaga kalau belum makan jagu atau ubi. Jadi apa yang ada
dilingkungan itulah yang dikomsumsi.
Lingkungan sosial memberikan gambaran yang
jelas tentang perbedaan-perbedaan kebiasaan makan. Tiap-tiap bangsa dan suku
bangsa mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda seseuai dengan kebudayaan
yang dianut turun-temurun. Suharjo (2003. 9) mengatakan bahwa”unsur-unsur
sosial budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan secara turun temurun yang
susah berubah”. Sebagai illustrasi dapat dikemukakan, pada sekitar tahun 2007
silan terjadi bencana kekeringan didaerah pegunungan irian barat dimana
penduduknya pola makanan pokoknya adalah ubi, namun terjadi gagal panen karena
bencana kekeringan. Maka pemerintah lewat Dolok memberikan bantuan beras, namun
yang terjadi beras yang dikirim tidak dapat mengatasi masalah kelaparan, Maka
akhirnya peresiden memerintahkan pengiriman bantuan makanan sesuai makan pokok
daerah setampat yaitu Ubi , barulah permasalahan kelapan dapat teratasi.
Dalam suatu rumah tangga, kebiasaan makan juga
sering ditentukan adanya perbedaan antara suami dan istri, orang tua dan
anak-anak, tua dan muda. Asa budaya mendahulukan kepala keluarga, anggota
keluarga lainnya menempati urutan berikutnya dan yang paling umum mendapatkan
prioritas terbawah adakah ibu-ibu rumah tangga,( Suhardjo. 2003.).
Faktor Lingkungan Budaya dan Agama
Faktor
lingkungan budaya yang berkaitan dengan kebiasaan makan biasanya
meliputi nilai-nilai kehidupan rohani dan kewajiban-kewajiban social. Pada
manyarakat kpta ada kepercayaan bahwa nilai spiritual yang tinggi akan dapat
dicapai oleh seorang ibu atau anaknya apabila ibu tersebut sanggup memenuhi
pantangan-pantangan dalam hal makanan. Agama juga memberikan pedoman dan
batasan-batasan dalam kebiasaan makan. Misalnya “ Makanlah engkau setelah lapar
dan berhentilah makan sebelum kenyang” ( Hadis Nabi). Menurut Suhardjo (2003) bahwa
pantangan atau tabu makan jenis makanan tertentu hampir berlaku di semua daerah
di Indonesia. Pantangan makan jenis makanan tertentu biasanya dilakukan oleh
para wanita dan mencakup anak-anak yang ada di bawah asuhannya. Pantangan ini
sering dikaitkan dengan masalah kesehatan dan dipelihara secara turun temurun
dari leluhur ke kakek dan nenek, terus ke orang tua, anak-anak dan seterunya ke generasi-generasi yang akan
datang. Pantangan ini biasanya diikuti dengan ketat sekali, tetapi ada pula
yang goyah dan berubah bahkan dihilangkan. Yang dikuti dengan ketet adalah
pantangan makan makanan yang dilarang agama.
Dari sudut ilmu gizi, pantangan
makan jenis makanan tertentu dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok, yaitu:
- Haram menurut agama (Islam) yaitu pantangan
yang tak boleh dipersoalkan lagi dan harus diterima tanpa perdebatan.
- Pantangan makan jenis makanan tertentu yang tidak berdasarkan agama
(kepercayaan), jenis pantangan ini sebaiknya dihapuskan, kalau jelas-jelas
merugikan kondisi kesehata gizi
- Pantangan yang tidak jelas akibatnya terhadap
kesehatan dan kondisi gizi, sebaiknya diteliti (observasi) terus untuk melihat
akibatnya dalam jangka panjang, sebagai bahan untuk memutuskan kelak , apa
bensr merugiksn stsu ridak.
Faktor Lingkungan Ekonomi
Kebiasaan makan juga sangat ditentukan oleh
kelompok-kelompok masyarakat menut tarap ekonominya. Golongan masyarakat
ekonomi kuat mempunyai kebiasaan makan yang cenderung banyak, dengan komsusi
rata-rata melebihi angka kecukupannya. Sebaliknya masyarakat ekonomi paling
lemah, yng justru pada umumnya produksen pangan, mereka mempunyai kebiasaan
makan yang memberikan nilai gizi dibawah kecukupan jaumlah maupun mutunya.
faktor ekonomi, tidak selalu produsen
atau penyalur pangan berarti pula konsumen. Kita dengan muda menemukan seorang
anak di pasar dengan kondisi menderita marasmus padahal ibunya seorang pedagang
telur. Ibu-ibu yang terpaksa harus bekerja unruk menambah pendapatan keluarga,
meninggalkan anaknya di rumah dengan diberi uang untuk jajan, makanan yang
dibeli tanpa sedikitpun pertimbangan gizi. Oleh karena itu, maka lingkungan
ekonomi juga merupakan salah datu determinan yang mewarnai kebiasaan makan.
Seperti yang dikemukakan Suhardjo (2003. 8) bahwa “ golongan orang yang berekonomi
lemah menggunakan sebagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, pola makan cukup menghilangkan rasa lapar”
Faktor Intrinsik
Faktor instrinsik yaitu faktor yang berasal
dari dalam diri manusia. Faktor instrinsik ini meliputi, antara laian:
- Paktor Asosiasi Emosional
Contoh Seorang guru Sekolah Dasar member
pelajara prakarya kepada muridnya dengan beternak ayam atau kelinci misalnya,
anak itu tidak akan mau memakan daging dari hewan peliharaannya, (mungkin orang
yang perilaku seperti anak tadi ada di sekitar kita) karena telah tumbuh saling
kasih sayang antara yang memelihara dan yang dipelihara, sehingga kita tidak
sampai hati untuk memakan dagin hewan peliharaab kita itu. Karena tujuan
beternak yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan komsusi protein tidak
tercapai dan kenyataannya terganti dengan tujuan ekonomi karena produksi
terpaksa dijual.
Wawasan konsumsi yang merupakan faktor internal
yang ada pada tiap individu akan berpengaruh terhadap kebiasaan makan (Ahmad
2001. 259)
- Faktor Keadaan Jasmani dan Kejiwaan yang
sedang sakit
Kebiasaan makan ( food habit) juga sangat
dipengaruhi oleh faktor keadaan (status) kesehatan seseorang. Di samping itu,
perasaan bosan, kecewa, putus asa, stress adalah ketidak seimbangan kejiwaan
yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan. Pengaruhnya akan berdampak pada
berkurangnya nafsu makan
- Faktor Penilaian yang Lebih Terhadap Mutu
Makanan
Madu, telur ayam kampong dan beberapa jenis
makanan lain sering dianggap sebagai bahan makanan superior yang melebihi mutu
zat gizi yang dikandungnya. Keadaan yang demikian, apabila tampak menonjol
dalam kebiasaan makan akan menimbulkan kekurangan beberapa zat gizi.
Dari segi ilmu gizi, kebiasaan makan ada yang
baik yaitu menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, tetapi tak kurang pula yang
jelek yaitu yang menghambat terpenuhinya kecukupan gizi. Kebiasaan makan yang
jelek antara lain tabu (pantangan) yang justru berlawanan dengan konsep-konsep
gizi seperti anak-anak dilarang makan daging/ ikan dengan alasan nanti akan
cacingan. Oleh karena itu, dalam program perbaikan gizi ataupun dalam program
diversipikasi pangan, seharusnya.
Aspek
kebiasaan makan
Aspek kebiasaan makan Ibu hamil
- · Pola makanan yang dimakan
Berdasarkan
hasil pengamatan didapatkan hasil mengenai jenis-jenis makanan yang dikonsumsi
ibu hamil terutama untuk pemenuhan energi dari karbohidrat dan protein.
Dari hasil
wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa pengetahuan informan mengenai
jenis makanan bersumber energi dan protein sudah cukup baik. Informan dapat
menjelaskan dengan benar jenis makanan bersumber energi dan protein. Berikut
adalah kutipannya:
- ·
Frekuensi dan porsi makan
Pada
bagian ini yang dibahas adalah frekuensi dan porsi makanan ibu hamil yang
dikaji dari aspek pembentuk perilaku. Aspek yang dapat dilihat adalah
pengetahuan seputar frekuensi dan porsi yang baik dan sikap serta ada tidaknya
kepercayaan terhadap frekuensi dan porsi makan tersebut.
Dari hasil
wawancara diperoleh gambaran frekuensi dan porsi kudapan yang cukup baik pada
informan, berikut kutipannya:
- ·
Kepercayaan dan pantangan terhadap
makanan
Berikut
akan dijelaskan mengenai kepercayaan mengenai pantangan / larangan untuk makan
makanan tertentu. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi
jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap
barang siapa yang melanggarnya. Ancaman bahaya yang dimaksud dalam pernyataan
Suhardjo (1989) adalah gangguan kesehatan jika mengonsumsi makanan pantangan
tersebut.
Aspek kebiasaan makan Usia Lanjut
·
Pola makanan yang dimakan
Berdasarkan
hasil pengamatan didapatkan hasil mengenai jenis-jenis makanan yang dikonsumsi
terutama untuk pemenuhan energi dari karbohidrat dan protein. Dari
hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa pengetahuan informan
mengenai jenis makanan bersumber energi dan protein kurang baik. Informan kurang mengkomsumsi makanan yang beragam, sehingga
pemenuhan kebutuhan Vitamin dan Mineral nya tidak tercukupi.
Berikut adalah kutipannya:
“Sumber
Karbohidrat kaya nasi, singkong. Sumber Protein kaya Ikan, Telur. Jarang makan
makanan yang berlemak. Jarang makan buah-buahan kecuali Pisang. Jarang minum
air putih lebih sering meminum teh dan kopi”
· Frekuensi dan porsi makan
Pada
bagian ini yang dibahas adalah frekuensi dan porsi makanan yang dikaji dari
aspek pembentuk perilaku. Aspek yang dapat dilihat adalah pengetahuan seputar
frekuensi dan porsi yang baik dan sikap serta ada tidaknya kepercayaan terhadap
frekuensi dan porsi makan tersebut.
Dari
hasil wawancara diperoleh gambaran frekuensi dan porsi kudapan yang cukup baik
pada informan, berikut kutipannya:
“Biasanya
makan 2x sehari porsi makannya biasanya tidak terlalu banyak, sekitar 1 sendok
centong nasi”
· Kepercayaan dan pantangan terhadap
makanan
Berikut
akan dijelaskan mengenai kepercayaan mengenai pantangan / larangan untuk makan
makanan tertentu. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi
jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap
barang siapa yang melanggarnya. Ancaman bahaya yang dimaksud dalam pernyataan
Suhardjo (1989) adalah gangguan kesehatan jika mengonsumsi makanan pantangan
tersebut.
Berikut
adalah kutipannya:
“Tidak
ada pantangan dalam makanan, karena tidak menderita suatu penyakit tertentu”
·
S
Comments
Post a Comment