Masyarakat Jepang mempunyai
Budaya makan atau pola makan yang masih sangat dijaga oleh masyarakat Jepang
sampai dengan sekarang ini. Disetiap daerah, memiliki ciri khas masing-masing.
Mulai dari bumbu-bumbu, bahan-bahan masakan, peralatan hingga tata cara dan
kebiasaan makan yang sangat dipertahankan oleh masayarakat Jepang. Di Jepang, pada musim-musim
tertentu juga memiliki budaya atau tradisi yang sering dilakukan saat makan.
Misalnya, pada musim semi biasanya orang-orang Jepang akan pergi bersama
keluarga dan teman untuk menikmati makanan atau minum sake sambil melihat bunga
sakura yang mekar pada musim semi.
Tidak hanya di musim semi,
di musim dingin atau pada saat menyambut tahun baru biasanya menyambutnya
dengan acara makan-makan bersama rekan kerja atau teman yang dikenal dengan
istilah “Bounenkai” yang berarti “lupakan masa lalu”. Makanan yang dimakan
biasanya adalah Kabocha yaitu sejenis labu dan mie soba. Makanan tersebut
adalah makanan yang sudah menjadi tradisi untuk dimakan di musim dingin atau
menyambut tahun baru. Pada saat bekerja juga orang Jepang biasa membawa bekal
yang biasa dikenal dengan Bento. Budaya makanan yang
berpusat pada beras Jepang berevolusi mengikuti
pengenalan budidaya padi dari Asia lebih
dari 2.000 bertahun-tahun lalu. Tradisi
nasi disajikan bersama sayuran musiman dan
ikan dan hasil laut lainnya.
Di setengah abad sejak Jepang dibuka kembali ke Barat, bagaimanapun, Jepang telah mengembangkan sebuah kultur makanan
yang
sangat kaya dan variatif itu tidak hanya mencakup
masakan asli Jepang tapi juga juga banyak masakan
asing, beberapa diadaptasi sesuai selera Jepang dan
beberapa diimpor.
Dalam berabad-abad setelah pendahuluan Buddhisme ke Jepang pada abad ke 6, hukum dan dekrit kaisar secara bertahap menghilangkan makanakan hampir semua daging hewan dan unggas. Gaya memasak vegetarian yang dikenal sebagai Shojin ryori kemudian dipopulerkan oleh Zen Sekte, dan pada abad ke 15 banyak makanan dan bahan makanan yang dimakan orang Jepang hari ini sudah melakukan debut mereka, misalnya kedelai Saus (shoyu), miso, tahu, dan produk lainnya yang terbuat dari kedelai. Sekitar waktu yang sama, yang formal dan
rumit gaya perjamuan memasak dikembangkan yang diturunkan
yari
masakan Aristokrasi istana dikenal sebagai honze ryori,
itu adalah satu dari tiga gaya dasar masakan jepang
dengan
chakaiseki ryori ( Masakan upacara
minum teh dan Makan) dan kaiseki
ryori.
Kaiseki ryori
dikembangkan
dalam bentuknya yang sekarang di awal
Abad
ke-19 dan masih disajikan di kelas satu
Restoran
Jepang dikenal sebagai ryotei dan penginapan tradisional Jepang sambil
mempertahankan
bahan musiman segar dan berseni penyajian gaya
sebelumnya, makanan kaiseki memiliki lebih
sedikit aturan etiket dan lebih memiliki suasana santai seperti minum sake selama
makan,
karena orang Jepang umumnya tidak makan nasi sambil minum sake, nasi disajikan di akhir. Makanan pembuka, sashimi (Irisan ikan mentah), suimono (sup bening), Yakimono (makanan panggang), mushimono (makanan kukus), nimono (makanan
yang direbus), dan Aemono (makanan
seperti salad) disajikan pertama, diikuti sup
miso, tsukemono (Acar), nasi,
permen Jepang, dan buah. Sushi yang kebanyakan orang kenal dengan nasi hari ini-vinegared atasnya atau dikombinasikan dengan barang - barang seperti ikan mentah
dan kerang yang dikembangkan di Edo
(sekarang Tokyo) di awal abad ke-19. Sushi itu periode itu dijual dari warung sebagai makanan ringan, dan kios-kios itu adalah prekursor masa kini restoran sushi. Jepang pertama substansial dan langsung
paparan
ke Barat datang bersamaan dengan kedatangannya
Misionaris Eropa di urutan kedua
setengah
dari abad ke-16. Saat itu, kombinasi permainan
Spanyol dan Portugis teknik menggoreng
dengan metode Chinese untuk memasak
sayuran dalam minyak menyebabkan
pengembangan
tempura, jepang yang populer adalah hidangan di mana
makanan laut dan banyak berbeda jenis sayuran
dilapisi dengan adonan dan
digoreng. Dengan pembukaan kembali Jepang ke Barat.
Pada
pertengahan abad ke-19, banyak masakan baru
dan
kebiasaan makan diperkenalkan, yang terpenting
adalah makan daging. Meski kini dianggap
sebagai masakan Jepang, Sukiyaki-daging
sapi, sayuran, tahu, dan lainnya
bahan
yang dimasak di meja dalam kaldu
kecap,
mirin (sake manis), dan gula awalnya dilayani di
restoran "bergaya barat". Hidangan asli populer lainnya dikembangkan di Indonesia periode ini adalah tonkatsu, goreng dilapisi tepung roti potongan daging babi Dibuat pada awal abad ke-20 menggunakan bubuk kari India yang diimpor oleh cara Inggris, nasi kari Jepang (kareraisu) menjadi hidangan yang sangat populer itu mengandung sayuran dan daging atau seafood yang kental saus kari yang disajikan diatas nasi.
Pilihan bahan tersedia di
supermarket
dan toko makanan lainnya tapi distrik
pedesaan paling terpencil di Jepang
sangat
bervariasi sehingga pada hari tertentu homecooked
makan
malam bisa mengandung yang luar biasa
berbagai
hidangan berbagai asal bangsa.
Meski
begitu, makanan asli Jepang masih menjadi norma,
dan
"makanan Jepang" di rumah umumnya Nasi putih, sup miso, dan tsukemono acar. Beberapa hidangan yang menyertainya ketiganya sangat bervariasi tergantung dari wilayah, musim, dan preferensi keluarga, termasuk sayuran
yang dimasak, tahu, ikan bakar, sashimi, dan
daging sapi, babi, dan ayam dimasak dengan
berbagai cara. Alternatif populer
untuk orang Jepang asli termasuk daging
tumis ala China dan hidangan sayuran dan
daging panggang ala Korea dan babi. Koki yang
lebih petualang bisa mencobanya di Amerika, Perancis, Italia, dan lainnya hidangan etnis seleksi sangat
populer dengan anak-anak termasuk
spageti, hamburger, dan nasi kari
tersebut di atas. Sementara banyak keluarga terus makan homecooked
makan
setiap malam, perubahan terbesar
terjadi
dalam kebiasaan makan dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi pengganti rumahan piring dengan makanan disiapkan di luar rumah. Masakan mie Sushi, Cina dan Jepang,
dan
bungkus makan bergaya Jepang (bento) sudah lama tersedia
via home delivery (demae) di kota dan kota,
dan sekarang pizza dan banyak lagi
hidangan
lainnya juga bisa dipesan. Sebagai tambahan,
supermarket
memiliki banyak makanan siap saji
seperti
sushi, tempura, dan ayam goreng.
Ikan yang cenderung dipakai dalam kuliner Jepang
adalah ikan laut. Hal ini dikarenakan
ikan laut mengandung dosis tinggi omega-3 asam lemak. Omega-3 adalah
sejenis asam lemak esensial yaitu lemak yang diperlukan untuk kesehatan tetapi
tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Wang et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan minyak ikan dengan omega-3
tinggi terdapat pada ikan yang hidup pada kadar garam tinggi. Dinginnya suatu
lingkungan hidup ikan tidak menjadikan indikasi dalam menentukan banyaknya
kandungan omega-3. Asam lemak omega- 3 banyak ditemukan pada ikan seperti
salmon, tuna, makarel dan makanan laut lainnya termasuk ganggang dan krill,
beberapa jenis tanaman dan minyak kacang pun juga mengandung omega-3 namun
kandungannya tidak setinggi yang didapat dari ikan. Asam lemak Omega-3 terdiri
dari Docosahexaenoic acid (DHA), Eicosapentaenoic acid (EPA), dan Alpha-linolenic acid (ALA).
Dari ketiganya, EPA dan DHA adalah yang lebih
bermanfaat bagi tubuh dan hanya diperoleh dari ikan-ikan berlemak seperti ikan
Mackerel. Kandungan asam lemak omega-3 pada ikan terutama ikan mackerel yang
merupakan kudapan ikan favorit orang Jepang sangat berperan penting dalam
perkembangan otak dan fungsi penglihatan. Felix dan Velazquez (2002), EPA dan
DHA juga berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak dan untuk pertumbuhan normal organ
lainnya. Pertumbuhan otak sangat membantu pengembangan bidang psikologi, yaitu
untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, perkembangan dan perilaku serta
pertumbuhan anak-anak usia dini. Ini menjadi salah satu alasan mengapa
orang-orang Jepang dapat hidup lebih lama dan sehat, sekaligus dengan adanya
perkembangan otak yang dapat memicu pertumbuhan dan immunitas organ tubuh
lainnya membuat orang Jepang yang hidup lebih lama ini untuk lebih konsisten
untuk makan dalam porsi yang kecil.
Table manner atau aturan dan etiket yang digunakan saat
makan, pasti memiliki perbedaan di setiap belahan dunia. Table manner dari
negeri barat kini merupakan yang paling banyak dijadikan panutan dan digunakan
oleh Negara lain, seperti di Indonesia, Singapore, dan lainnya. Cara dan etiket
yang digunakan di setiap Negara nampaknya terbentuk dari tradisi yang terdapat
di sebuah negara, Jepang sebagai negeri yang hingga kini masih berpegang erat
pada tradisi-tradisi mereka juga memiliki cara makan dan etika tradisional
ketika menyantap makanan di meja makan. Makan ala tradisional Jepang mirip seperti yang ada di
Indonesia yakni lesehan atau duduk di lantai dengan meja makan rendah, sepatu
dan kaos kaki harus dilepas ketika menginjak tatami (alas lantai) dan duduk
diatas batalan yang disediakan. Cara duduk yang formal untuk laki-laki juga
perempuan adalah dengan seiza (duduk bersimpuh), dalam situasi yang lebih
casual atau santai laki-laki dapat duduk bersila dan perempuan duduk dengan
kedua kaki di samping.
Tersedia handuk basah diatas meja untuk membersihkan tangan
sebelum mulai makan, menunggu semua makanan datang dan ungkapkan “itadakimasu”
ducapkan sebelum mulai makan bersama. “Itadakimasu” dulunya adalah sebuah
persembahan/rasa terimakasih yang dipanjatkan kepada Dewa, kata tersebut
memiliki dua arti yakni menghargai/menghormati orang yang terlibat dalam proses
pembuatan makanan dan penghargaan untuk bahan baku makanan seperti tumbuhan dan
hewan. Ketika makan menggunakan mangkuk kecil, tata cara yang benar
adalah mengangkat mangkuk tersebut mendekati mulut dan menyuap dengan sumpit
sedikit demi sedikit. Mengendus makanan, bersendawa dan mengecap saat mengunyah
adalah sikap yang buruk di meja makan. Setelah selesai makan, dianjurkan
membereskan mangkuk, piring dan sumpit bekas makan ketempat semula seperti saat
sebelum mulai makan. Setelah itu ungkapkan “gochisosama”, ungkapan yang
diucapkan atas rasa terima kasih dan syukur akan makanan yang telah dimakan,
bukan hanya kepada yang memasak namun juga untuk bahan makanannya. Sehabis makan di Jepang biasanya ada waktu tersendiri untuk
minum minuman segar seperti beer, manner ketika minum bersama di meja makan,
ketika bersulang ungkapkan “kampai” bersamaan sambil menempelkan gelas
bersamaan di tengah-tangah barulah nikmati minuman tersebut.
FESTIVAL
KULINER DI JEPANG
Ganjitsu (Tahun Baru) Tanggal 1 Januari
Waktunya
untuk menyantap o-sechi ryori. O-sechi ryori adalah makanan
khusus yang dipersiapkan untuk tiga hari pertama di Tahun Baru (hari-hari ini
disebut san-ga-nichi). Makanan yang indah ini dipersiapkan sebelumnya.
Setelah itu, hanya perlu sedikit memasak selama liburan, sehingga metode persiapan
dan bahan-bahan dipilih untuk memastikan semuanya tetap segar selama tiga hari.
Secara tradisional, setiap masakan melambangkan keinginan untuk kebahagiaan dan
kesuksesan keluarga. Contohnya, kacang kedelai hitam rebus (mame)
disajikan dengan harapan bahwa setiap orang akan menjalani kehidupan yang sehat
(mame), dan telur ikan herring (kazu no ko, yang dapat
diterjemahkan sebagai “banyak anak”) disantap dengan harapan agar keturunannya
makmur. Kagami-biraki (Memotong kue beras Tahun Baru) Tanggal
11 (tanggal 4 atau 20 di beberapa daerah) Kue beras kagami-mochi bulat yang besar secara
tradisional dipersembahkan kepada para dewa selama perayaan Tahun Baru,
kemudian pada hari ini kue mochi tersebut dipotong menjadi potongan
kecil dan dimaka dengan o-zoni (sup sayur) atau o-shiruko (sup
kacang azuki). Pada waktu kue ini dipotong, Tahun Baru dianggap telah selesai.
Doyo
no Ushi no Hi, Tanggal 19 (kira-kira)
Pada
kalender tradisional, Doyo no Ushi no Hi terjadi di sekitar periode
terpanas dalam setahun. Kelembaban juga tinggi di pertengahan bulan Juli ini.
Ini adalah saat untuk memelihara kesehatan secara khusus dengan makan makanan
bergizi, dan menurut cerita rakyat ikan lele bakar yang dibumbui saus teriyaki
yang manis asin adalah makanan yang cocok. Ketika aroma dari makanan ini
berhembus dari warung kaba-yaki yang kecil, Anda bisa melihat
orang-orang mengantri untuk membelinya. Kebiasaan menyantap ikan lele pada
pertengahan musim panas dimulai pada abad ke-18, yang dipromosikan oleh para
pedagang yang ingin menjual hasil tangkapan hari itu
Jugoya,
berkumpul bersama untuk menikmati pemandangan bulan Tanggal 18 (tahun 2005)
(kalender kuno: 15 Agustus)
Tanggal
15 malam dari bulan ke-8 (kalender kuno) semestinya adalah saat bulan paling
indah dalam setahun. Pada malam ini, orang-orang akan mengadakan pesta
menikmati bulan, makan kue-kue seperti kue dango dan taro, minum sake,
dan merayakan datangnya musim gugur. Dekorasinya termasuk tanaman yang dipotong
melambangkan musim gugur, seperti susuki (rumput pampas Jepang). Di
beberapa distrik, waktu ini juga adalah waktu untuk mengadakan festival terima
kasih untuk panen yang baik, atau untuk menghormati saudara yang telah
meninggal di kuburan mereka. Persembahan yang lezat untuk leluhur mungkin
dicuri oleh anak-anak, dan merupakan kebiasaan untuk membuat lelucon tentang
hal ini.
Festival Kanname Tanggal 15 dan 17 di Kuil Ise, Ise,
Propinsi Mie
Pendeta Shinto mempersembahkan beras yang baru dipanen kepada
para dewa dalam sebuah upacara untuk berterima kasih atas panen yang baik.
Upacara Shinto yang paling penting di kuil besar ini. Penduduk setempat juga
mempersembahkan beras panen pertama di kuil ini, dan menampilkan upacara hatsu
ho hiki (contoh beras pertama) untuk rasa terima kasih mereka atas karunia
alam.
Bonen-kai
(pesta akhir tahun)
Salah
satu peristiwa yang paling disenangi untuk banyak orang. Waktu saat alkohol
dapat diminum bebas, setiap orang mengambil makanan rebus dari panci bersama,
dan teman kerja saling mengakui nilai masing-masing sebagai kolega kerja.
Teman-teman juga berkumpul bersama untuk pesta yang serupa.
Comments
Post a Comment